Masihkah Anda Ingin Jadi PNS?

(Tulisan ini ditulis oleh seorang temen yang tidak mau dicantumkan namanya)

Ada yang menasehati saya seperti ini:
“Memilih berlama-lama menjadi PNS (baik negeri maupun swasta) sepertinya adalah bentuk tidak adanya rasa syukur kepada Allah. Ketiadaan rasa syukur atas potensi akal dan indera yang Ia anugrahkan. Syukur lawan katanya adalah kufur. Kufur, kafir, dan kekafiran mungkin lebih menghentak kesadaran mu..”
“Memilih menjadi PNS adalah bentuk kekafiran?”


“Kalau jawabannya ya bagaimana?”

“Argumentasinya?”

“Kita mulai dari gaji yang kau terima. Berapa gaji yang kau terima tiap bulan? Tentu tetap, mungkin ada pertambahan 10-20 persen tiap tahun yang menyesuaikan inflasi, dan ada tambahan THR dan bonus. Tapi siapa yang menentukan rezeki yang kau peroleh itu? Manusia lain, atasan anda, atau pemilik perusahaan. Kau telah menggantikan peran Allah sebagai pemberi rezeki dengan manusia lain. Kau membatasi rezeki yang Kau peroleh tiap bulan. Sepertinya kau masuk dalam kriteria yang lebih parah, kemusyrikan.

“Yang benar?”

“Ya, Menjadi PNS adalah bentuk dari kekafiran sekaligus kemusyrikan.”

“Jadi?”

“Jangan jadikan manusia lain yang mengatur rezeki yang kau peroleh, jangan jadikan manusia lain yang mengatur waktu hidupmu. Bekerjalah untuk dirimu sendirilah, jadilah wirausaha, hanya Allah tempatmu meminta rezeki, bukan manusia lain yang mengatur dan menentukan berapa rezekimu. Pikirkan dan bekerjalah untuk usaha yang kau miliki sendiri, biarpun hanya berjualan di kakilima. Bertawakkallah kepada Allah, usahamu itu akan besar dan semakin besar usahamu itu nanti, kau akan semakin punya waktu luang untuk keluargamu. Biarpun seribu tahun kau menjadi PNS, kehidupanmu akan tetap seperti itu-itu saja. Walaupun kau menjadi manager, kau tak ubahnya pembantu rumah tangga, bedanya hanya kau berdasi, diberikan mobil dinas, mungkin tunjangan aneka macam, tapi kau bukanlah tuan bagi dirimu sendiri, kau menghambakan diri pada manusia lain.. Pedagang kakilima itu jauh lebih terhormat dan berdaulat sebagai manusia merdeka ketimbang dirimu..”

saya terhenyak, tak bisa menjawab. Sepertinya dia benar.

Tapi benarkah apa yang ia katakan?



Share

0 komentar:

Posting Komentar