Kejanggalan Intelejen AS Seputar Usamah dan 9/11 (Bagian 1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penyergapan dan pembunuhan Usamah bin Ladin di Pakistan oleh tentara Navy SEALS Amerika Serikat masih menyisakan banyak tanda tanya. Apalagi Pemerintah AS berulang kali mengubah pernyataan terkait penyerangan itu dan informasi seputar Usamah.

Malah sekarang yang menjadi sorotan bagi publik AS adalah Pakistan yang menurut mereka 'menyimpan' Usamah bin Ladin, si biang teror. Bukannya memperjelas informasi soal keterlibatan Usamah dalam berbagai peristiwa teror maupun mempermasalahkan dilanggarnya wilayah kedaulatan Pakistan oleh tentara AS.

Usamah bin Ladin sudah terlanjur kental menjadi sosok teroris, raja teroris malah. Ini gara-gara media internasional percaya begitu saja informasi pemerintah AS bahwa Usamah dan Alqaidah yang paling bertanggungjawab atas serangan ke menara kembar WTC di New York, 11 September 2001.

Sementara sejumlah keganjilan dan suara-suara kritis soal peran Usamah, Alqaidah, maupun intelejen dalam sejumlah peristiwa teror itu kerap terpinggirkan. Untuk memperkaya wawasan terkait teror inilah, Republika mengangkat tulisan dari jurnalis kawakan, Seymour M Hersh. Dalam bukunya Chain of Command yang terbit pada 2005, Hersh menulis sejumlah kejanggalan informasi dan intelejen seputar peristiwa 9/11. Dalam buku ini, Hersh banyak sekali mengutip sumber anonim, karena sensitifnya informasi yang mereka sampaikan.

Berikut petikannya:

Peristiwa 9/11 membuat dunia intelejen AS kebakaran jenggot. Dua pekan setelah peristiwa mengerikan itu, kalangan intelejen ternyata belum mendapat informasi yang utuh soal siapa dalang peristiwa. Mereka masih bingung, ragu, dan tidak satu suara soal aksi ini. Siapa aktor di belakangnya, bagaimana bisa terjadi, berapa banyak yang terlibat, dan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hersh menangkap ada dua konsensus umum saat itu di lingkaran intelejen AS. Pertama: Serangan 9/11 sangat brilian direncanakan dan dieksekusi. Kedua, dunia intelejen tak sanggup menyetop peristiwa tersebut.

Pada 23 September 2001, Menhan AS Colin Powell mengatakan ke publik bahwa pemerintah akan berusaha keras mencari siapa dalang peristiwa 9/11 dan menjabarkannya secara jelas. Powell juga langsung menuding Usamah sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas serangan. "Kami terus mengumpulkan informasi, informasi intelejen, FBI, dan lembaga keamanan lain terkait hal ini," kata Powell.

Namun penjabaran informasi itu tak kunjung dilakukan. Alasannya, informasi sangat rahasia dan tidak mungkin diberitakan. Namun pejabat senior CIA mengatakan pada Hersh bahwa hingga akhir September, AS belum punya informasi yang solid soal operasi, pembiayaan, dan perencanaan aksi WTC.

Pada saat yang sama, lingkar intelejen AS terbelah menjadi dua faksi. Pertama, faksi FBI yang percaya bahwa teroris yang menyerang WTC bukanlah organisasi yang solid. "Pemilihan orang-orang ini (teroris) seperti asal comot saja," kata si pejabat CIA. FBI mengakui mereka sukar mengakses informasi soal pelaku penabrakan pesawat ke sejumlah objek vital itu.

Ringkasnya, kata si pejabat CIA, serangan WTC berhasil karena untung-untungan. Bukan karena direncanakan sangat matang. "Yang benar saja. Lihat teroris-terorisi tu. Apakah kau percaya mereka bisa membajak empat pesawat? Empat! Kalau cuma satu pesawat mungkin. Mereka kan bukan manusia super."

Pendapat faksi kedua disokong oleh Pentagon dan CIA. Kedua badan ini 'memuji' aksi 9/11. Menurut mereka, aksi teror itu direncanakan dengan sangat rapi. "Teroris itu sangat profesional. Mereka tidak bisa dilacak," kata seorang pejabat. "Kemungkinan mereka bekerja dengan sistem sel. Tidak lebih dari enam orang dalam satu sel. Tiga orang mengetahui rencana, tiga lainnya tidak," kata si pejabat.

Pengungkapan jatidiri teroris 9/11 pun terkesan sangat cepat. Banyak penyidik kaget karena data-data identitas teroris seperti dokumen manual pesawat yang akan dibajak dan dokumen persiapan serangan, sangat mudah ditemukan. Salah satu mantan petinggi intelejen AS mengatakan pada Hersh, "Itu jejak para teroris kok mudah banget ditemukan. Seakan-akan ditinggalkan dengan mencolok agar FBI bisa segera melacaknya."

Menghubungkan Usamah bin Ladin dengan serangan di WTC juga sempat jadi tanda tanya para penyidik. Alis mereka berkerut ketika nama Usamah dimunculkan. "Si Usamah ini orang yang tinggal di gua di Afghanistan dan dia yang mengatur operasi teror ini? Ini operasi sangat besar! Usamah tidak mungkin bertindak sendiri," kata seorang pejabat CIA pada Hersh.

Tapi yang paling mengerikan, lanjut di pejabat CIA, "Adalah teroris ini tahu betul tahapan yang harus dilakukan dan mereka sangat tepat waktu. Mereka tahu bagaimana kebiasaan petugas keamanan pesawat. Mereka tahu semua."

Keraguan lain datang dari seorang pejabat militer AS. Kepada Hersh ia mengatakan, para pelaku serangan WTC begitu muda mendapat visa masuk dan belajar terbang di AS. Melihat kenyataan itu, para penyidik bertanya-tanya, jangan-jangan ada keterlibatan badan intelejen asing lainnya di belakang para teroris.
Red: Stevy Maradona
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Musik Metal Stabilkan Emosi

Tak semua orang suka dengan musik beraliran cadas. Iramanya yang hingar bingar dianggap sebagai musik yang hanya membuat telinga tuli. Tapi mulai sekarang, meskipun Anda tak menyukainya, tak ada salahnya jika Anda memanfaatkan keberadaannya untuk meredan stres. Tak percaya ?
Penelitian terbaru yang dilansir oleh Sciencedaily bahkan menyebutkan bahwa penggemar musik heavy metal ternyata lebih pandai meredam emosi negatif, lebih ekspresif dan lebih bisa meluapkan kemarahannya.
Penelitian yang melibatkan 1.057 murid dari usia antara 11 dan 18 tahun dari sekolah National Academy di Amerika. Semua responden diteliti dengan cermat hubungan mereka dengan keluarga, perilaku di sekolah, bagaimana mereka menghabiskan waktu santai, musik kesukaan, dan jenis media yang mereka konsumsi. “Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa bahwa presepsi yang selama ini beredar salah.
Selama ini orang menganggap murid yang cerdas dan memiliki intelijensi tinggi cenderung didominasi mereka yang suka musik klasik dan menghabiskan banyak waktu untuk membaca, ” ujar Stuart Cadwallader, kepala penelitian dari Warwick University.
Sayangnya, menurut Stuart tudi mereka yang menikmati musik heavy metal cenderung mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan dengan keluarga dan teman-teman mereka. Dan mereka menjadikan musik sebagai media ‘keterbukaan’. Sebagian besar murid mengatakan mereka tidak mempertimbangkan untuk menjadi penganut Metal sejati tapi musik heavy metal memahami aspek spesifik kebudayaan pemuda saat ini.
Dengan menggunakan musik yang keras dan agresif, mereka bisa keluar dan lepas dari rasa frustrasi dan kemarahan. Di sini berhasil dibuktikan bahwa musik heavy metal atau cadas juga bisa meredekan situasi hati atau mood yang sedang buruk. 
Menurut Stuart, banyak musisi aliran heavy metal juga memiliki tingkat intelijensi tinggi seperti vokalis Iron Maiden, Bruce Dickinson, yang selain sebagai musisi, juga berprofesi sebagai novelis dan pilot penerbangan komersial
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Janda, Perawan, dan Politikus


Anggap saja dia susi, dia seorang “Janda” yang sudah 3 kali kimpoi-cerai, kemudian dia memeriksa ke dokter kandungan. dan Waktu dokter mau periksa dalam, terjadi percakapan.

Susi : “Hati-hati periksanya ya dok, saya masih ‘perawan’ lho …!”

Dokter: “Lho? Katanya ibu sudah kimpoi-cerai 3 kali, mana bisa masih perawan …?”

Susi : “Gini lho dok, eks suami saya yang pertama ternyata impoten.”

Dokter: “Oh gitu, tapi suami ibu yang ke-2 gak impoten kan?”

Susi : “Betul dok, cuma dia gay, jadi saya gak diapa-apain sama dia.”

Dokter: “Lalu suami ibu yang ke-3 gak impoten dan bukan gay kan?”

Susi : “Betul dok, tapi ternyata dia itu orang ‘partai politik’….”

Dokter: “Lalu apa hubungannya dengan keperawanan ibu …?”

Susi : “Dia cuma janji-janji saja dok, ‘gak pernah direalisasikan!!!”

Dokter: “?!?!?!?!????”

|vivaforum|
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Antara Orang Pintar dan Orang Bodoh. Siapa Sebenarnya yang Pintar?

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

2. Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

3. Orang pintar belajar agar mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja.
Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.

4. Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.

5. Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH), oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

6. Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.

7. Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.

8. Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi orang-orang pintar demo, Walhasil orang-orang pintar 'meratap-ratap' kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.

9. Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

10. Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa dijadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

11. Bill Gates (Microsoft), Dell, Henry (Ford), Thomas Alfa Edison, Liem Siu Liong (BCA Group), Ali Markus (Maspion), Purdi Chandra (Primagama), Bob Sadino (kem Chik) adalah sebagian orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya.
Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada 'orang bodoh'.

Mungkin dalam waktu dekat akan bertambah 1 lagi yaitu saya sendiri, hanya saja yang 1 ini punya ijazah S1 karena impian orang tua supaya jadi sarjana.

Jadi intinya sukses atau tidaknya seseorang bukan di tentukan dari Ijazah atau gelar yang dimilikinya, melainkan keberanian seseorang untuk mengambil sebuah peluang sekecil apapun kemudian dikembangkan menjadi sebuah Usaha besar.

Mereka-mereka yang sukses seperti orang-orang yang disebutkan diatas, mereka selalu memaksimalkan otak kanannya dalam berpikir. Karena otak kanan adalah otak yang kreatif , inovativ, imajinatif dan visioner. Berbeda dengan otak kiri, orang-orang yang banyak berpikir memaksimalkan otak kiri biasanya adalah orang-orang yang ingin sekolah setinggi-tingginya. Karena otak kiri itu otak yang prosedural, menganalisa, dll.

Jadi bagaimanakan dengan Anda?
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Pluralisme “?” Masih Pentingkah Kita Berbeda?

Di tengah kisruh serta pengalaman konflik identitas agama dan golongan di Indonesia, film “?” hadir. Jalinan pita garapan Hanung Bramantyo ini menyadarkan bahwa kemajemukan Indonesia berdimensi gelap-terang. 
Mega berbeda adalah kaya sekaligus bahaya. Berbhineka harus selalu dijaga bagi masyarakat yang terus mencitakan “Ika”. Ini film penting di kala kemajemukan semakin genting.“?” menceritakan pluralitas masyarakat Semarang. Islam, Kristen, Kong Hu Cu, Jawa dan Tionghoa, semuanya bersatu, berdinamika dalam perbedaan.

Ada Rika (diperankan oleh Endhita), perempuan yang memutuskan bercerai, menjadi single parent. Rika harus melawan stigma masyarakat yang menilainya sebagai pengkhianat kesucian pernikahan dan Tuhan. Keyakinan jujur dari hati memberanikannya berpisah dari suami yang berpoligami. Perceraian bukan hal yang dibenci Tuhan saat keegoisan suami telah hadirkan siksa batin dan merusak prinsip kemitraan setara dalam rumah tangga. Lalu, pengembaraan iman Rika memantapkannya untuk tinggalkan Islam, memilih Katolik. Hebatnya, ia tak memaksa pendidikan agama anaknya yang tetap beragama Islam.

Melalui tokoh Surya (Agus Kuncoro), kelenjar air mata penonton dibuat bekerja saat mengikuti suka-duka pergulatan tauhidnya. Sebagai aktor figuran tak sukses, Surya terpaksa mencari uang dengan memerankan Yesus dan Santa Claus di setiap ritus keagamaan Katolik. Pragmatisme Surya malah semakin menguatkan keimanannya sebagai muslim. Pilihan perannya justru menjadi perlambang sosial hubungan antar umat beragama yang intim. Kita akan tertawa geli saat melihat Surya memakai ruang masjid untuk berlatih seni peran sebagai Yesus. Kita pun tak tahan mencegah tangis, saat Abi, seorang bocah Katolik yang sakit keras, menginginkan kado natal pada Surya yang berkostum Santa Claus, agar Abi cepat dipanggil Tuhan, karena Abi tak mau menyusahkan ayah dan ibu.

Lalu ada Menuk (Revalina S. Temat), muslimah taat yang bekerja sebagai pelayan makanan di “Canton Chinese Food”. Tak lupa kewajiban sembahyang di sela waktu kerja, Menuk memberikan keramahan sungguh dan penjelasan utuh mengenai menu halal kepada pembeli.

Pemilik “Canton Chinese Food”, Tan Kut San (Hengky Solaiman), adalah seorang Tionghoa pemilik beragama Kong Hu Cu. Ia membedakan perabot masak dan pelayanan makanan dengan wawasan fiqh halal-haram. Pemahamannya pada Islam ia terapkan juga dengan memberikan waktu sembahyang bagi pegawainya yang muslim. Di bulan Ramadan, Tan menutup jendela restoran dengan tirai untuk menghormati yang berpuasa. Saat Idul Fitri Tan tidak membuka restoran sebagai pemenuhan hak berlebaran bagi pegawainya yang muslim.

Juga Soleh (Reza Rahadian) dan Ping Hen (Rio Dewanto) yang terjebak pada streotipe patriarki Islam dan Tionghoa, bahwa laki-laki adalah pemimpin dan harus kuat. Semuanya berinteraksi seiring pasang-surut toleransi kehidupan masyarakat berbhineka. Hingga akhirnya mereka belajar untuk terus tumbuh sebagai manusia yang bermanfaat pada sesama, apapun agamanya.

Melalui semua penokohan tersebut kita menemukan kuatnya kedewasaan iman. Sejatinya, iman yang dewasa tak menutup perbedaan. Ia meyakini, dari interaksi perbedaan, keimanan akan terus tumbuh menuju keutuhan. Kurang lebih, itulah makna pluralisme agama.

Secara umum, pluralisme merupakan hal yang banyak dari kita merasakan maknanya, tapi tak mengerti pemaknaannya. Padahal, bila kita bisa sadari, hidup di negara berbhineka seperti Indonesia, sangat mungkin kita dibesarkan oleh asuhan pluralisme.

“?” MUI

Sayangnya, sikap pluralisme yang digambarkan “?” tak direstui pihak yang juga menjadi bagian dari kebhinekaan Indonesia. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang budaya, Cholil Ridwan, mengatakan bahwa pluralisme merupakan paham yang telah difatwa haram MUI di tahun 2005. Bagi Cholil, sebagai film, otomatis “?” pun haram karena mengkampanyekan pluralisme.

Pluralisme dinilai haram oleh MUI karena paham tersebut mencampuradukan agama, sehingga membahayakan keyakinan umat beragama (Islam)—www.voa-islam.com (2010/01/18). Fatwa MUI No. 7/Munas VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekulerisme Agama menuliskan pada ketentuan hukum: Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk lain. Kemudian dalam ketentuan umum, MUI menjelaskan bahwa Islam hanya mengakui pluralitas, bukan pluralisme.

Fatwa MUI tersebut mendorong masyarakat yang mengamininya untuk bersikap pasif terhadap fakta kemajemukan. Pernyataan “Islam hanya mengakui pluralitas (tidak untuk pluralisme)” berarti hanya cukup puas terhadap perbedaan saja. Bagi pihak ini, perbedaan tak perlu disikapi secara interaktif, apalagi intim.

Pluralitas memang merupakan keniscayaan nyata. Namun dimensi gelap-terangnya akan muncul silih berganti, seiring pemahaman ragam pihak di dalamnya. Kita semua harus menyadari ini. Di samping kekayaan, pluralitas mengandung potensi bencana. Hal yang mudah dimengerti jika kita yang sama lebih mungkin didekatkan bersatu, dibanding kita yang berbeda. Sebaliknya, banyak perbedaan lebih mungkin menghadirkan konflik dibandingkan sama dan seragam.

Karena ambivalensi itu, pluralitas memerlukan pluralisme. Diperlukan sikap toleran, keterbukaan, dan kesetaraan antara kita semua yang menyertai perbedaan. Tak ada dari kita yang sempurna. Tak ada yang lebih tinggi. Isme-pluralis menempatkan diri dan kelompok sebagai entitas kurang yang membutuhkan diri dan kelompok lain. Ini merupakan dorongan yang sangat kuat dalam menciptakan kerukunan antar perbedaan di masyarakat.

Bila pluralitas masyarakat mengikuti pemahaman MUI, skenario “?” bisa kita rubah. Rika akan terus menderita dengan keyakinan Islam yang merestui suaminya berpoligami. Selamanya Surya menjadi aktor figuran melarat tak bermanfaat, karena agamanya melarang membantu pelaksanaan ibadah pemeluk agama lain. Menuk tak akan bekerja di “Canton Chinese Food”, sehingga tak ada dialog intim Islam-Kong Hu Cu di restoran itu. Tan Kut San tak akan memahami Islam, sehingga tak ada pelayanan makanan halal bagi muslim, dan penghormatan bulan Ramadan serta Idul Fitri. Selamanya Soleh dan Ping Hen terjebak pada streotipe patriarki Islam dan Tionghoa, bahwa laki-laki adalah pemimpin dan harus kuat, lalu menindas etnis dan pemeluk agama yang berbeda. Sungguh, paham MUI yang menginginkan hubungan pluralitas berkonflik itu menjadi “tanda tanya”, mengingat adanya kata “Indonesia” yang menyertai namanya.

Bisa dibayangkan. Bila kita semua menggunakan jalan pikir MUI tersebut, lambat laun keragaman Indonesia akan hilang satu persatu. Tirani identitas (yang mengatasnamakan) mayoritas akan mendominasi masyarakat, menetapkan standar iman sektarian sebagai aturan bersama. Saat berpijak pada pengharaman pluralisme, kita akan yakin menjawab pertanyaan tagline film “?” yang berbunyi, “masih pentingkah kita berbeda?”. Jawabannya: tidak! []

Oleh: Usep Hasan Sadikin (Penikmat filmdan Penggiat di Yayasan Jurnal Perempuan)
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Kunci Jawaban Ujian Nasional Semua Paket Soal SMP dan MTs

Mata Pelajaran: Fisika

1.  B     11. C       21. B       31. C
2.  B     12. C       22. A       32. D
3.  D     13. E       23. C       33. A
4.  A     14. E       24. E       34. B
5.  D     15. E       25. D       35. B
6.  D     16. A       26. D       36. D
7.  E     17. B       27. A       37. A
8.  A     18. B       28. A       38. E
9.  A     19. B       29. B       39. D
10.B     20. C       30. D       40. D

Deretan angka dan huruf seperti di ataslah yang akan sering ditemukan ketika melakukan gogling, dan tulisan ini tidak hendak "membocorkan" kunci jawaban ujian nasional semua paket soal SMP dan MTs akan tetapi mencoba mencermati fenomena dan memprediksi akan bertebarannya keyword Kunci Jawaban Ujian Nasional 2011. Namun tidak berhenti sampai disitu, bocoran Ujian Nasional ini diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang sangat tidak bertanggung jawab. Hal ini terbukti waktu saya iseng-iseng gogling dan menemukan sebuah forum yang dengan terang-terangan menyebut angka yang cukup fantastis untuk secarik kertas yang hanya berisi deretan angka dan huruf A, B, C, D, dan E ini.

Kok bisa bocor? 

Padahal jelas tertera di setiap amplop dan lembar soal bertuliskan RAHASIA NEGARA. Selain itu, aturan-aturan berujian-nasionalpun sedemikian ketat dan menggidikkan bagi siapapun. Dari invesigasi yang dilakukan oleh salah satu TV swasta terungkap bahwa pembocoran itu dilakukan oleh oknum terorganisir yang telah menggurita dari Sabang sampai Mereuke. Selain itu oknum ini juga melibatkan hampir setiap lini pelaku pendidikan di tanah air, bahkan memunculkan adagium di kalangan mereka "ujian nasional = pendapatan tahunan".

Tentu setiap orang yang bernurani akan prihatin dengan fenomena ini. Lantas, apa sebab munculnya hal ini. Mungkin jawabannya akan beragam bergantung pada siapa yang menjawab, namun secara garis besar hal ini beranjak dari dua faktor yaitu Sistem Ujian Nasional yang berstandar dan keseriusan siswa .

Standar Nilai tertentu yang mengharuskan siswa agar LULUS menyebabkan siswa mencari jalan pintas dan hal ini biasanya atas restu dan dukungan orangtua beserta pihak sekolah, sehingga secara tidak langsung telah terjadi sosialisasi yang tidak benar dalam mendidik anak. Akibatnya terjadi pembenaran terhadap perilaku yang tidak baik (baca: penipuan) terhadap diri anak, walhasil seorang anak akan melakukan hal tersebut tanpa rasa bersalah (bayangkan apa yang kan terjadi dengan generasi berikutnya jika ini terus berlangsung).

Yang kedua akibat dari ketidakseriusan anak dalam belajar, menyebabkannya anak didik tidak percaya diri menghadapi Ujian Nasional. Hal ini bisa saja akumulasi dari sistem belajar yang tidak sesuai dengan standar pendidikan yang ditetapkan pemerintah, ataukah ketidakseriusan pemerintah dalam menangani pendidikan di negeri ini [?].

Kira-kira solusi apa yang terbaik agar tahun depan keyword Kunci Jawaban Ujian Nasional tidak menjadi fenomena yang fenomenal setiap tahun. Saya rasa jawaban yang paling tepat adalah penumbuhan kepercayaan diri dan kejujuran anak didiklah yang paling penting ditekankan, karena jika hal ini telah tercapai dengan benar, lulus tidak lulusnya seorang anak tidak menjadi persoalan penting lagi...
Baca selengkapnya BlackNote!


Share

Guru Kiplik

Guru Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.
”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air.
Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.
Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.


”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.
Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar.
Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi.
”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.
Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”
Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya.
Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.
”Ah, itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.
***
Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”
Maka disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.
Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
Dengan segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri!
”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik.
Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.
”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.
Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar.
Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu.
Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar.
Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru! Lihat!”
Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?
Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”

*)    Cerita ini hanyalah versi penulis atas berbagai cerita serupa, dengan latar belakang berbagai agama di muka bumi
Baca selengkapnya BlackNote!


Share